4 Fakta Masjid Luar Batang di Jakarta

4 Fakta Masjid Luar Batang di Jakarta

Masjid Luar Batang di Jakarta merupakan salah satu masjid yang memiliki sejarah dalam penyebaran agama Islam dan perjuangan melawan penjajah Belanda. Masjid yang beralamat di Jalan Luar Batang V RT 4/3 No. 1, Kampung Luar Batang, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta 14440 sekarang selalu dipadati dengan para peziarah dari luar kota / daerah, bahkan dari mancanegara. Masjid yang berada di daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara ini menjadi keramat karena ada sebuah makam ulama pendiri Masjid Luar Batang. Seorang ulama bernama Al Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al ‘Aydrus yang wafat pada tanggal 24 Juni 1756.

Sejarah Masjid Luar BatangMasjid Luar Batang

sumber : https://republika.co.id/

Pendiri Masjid Luar Batang

Al Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al ‘Aydrus adalah seorang ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Sebelum datang di daerah Luar Batang, Habib Husein sebelumnya perjalanan dakwah sahng habib singgah di Gujarat India, kemudian melanjutkan lagi ke Aceh dan sebagian Sumatera. Selanjutnya perjalanan diteruskan ke Banten dan berakhir di daerah Sunda Kelapa yang sekarang bernama Luar Batang pada tahun 1736. Ketika itu daerah Luar Batang masih berupa rawa-rawa, berada di salah satu ujung Jakarta, di tepi laut Jakarta dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa.

sumber : https://www.laduni.id/

Sebelum dibangun Masjid Luar Batang, disana sudah ada surau kecil dengan sebuah makam. Kemudian Habib Husein membangun surau tersebut menjadi Masjid, yang di namakan Masjid Jami An Nur dan Habib Husein tinggal bersebelahan dengan masjid. Di masjid itulah Habib Husein mengajarkan ilmu agama Islam. Penjajah Belanda yang selalu kejam perlakuannya kepada pribumi, maka Habib Husein melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda, hingga Belanda kewalahan untuk menangkap Habib Husein karena karomah yang ada pada beliau.

Pada suatu malam, Habib Husein dikejutkan dengan kedatangan seorang Tionghoa yang basah kuyup. Seorang Tionghoa ini adalah buronan tentara VOC. Kemudian Habib pun menampung orang ini dalam masjidnya. Keesokan harinya tentara VOC mendatangi Masjid Luar Batang untuk menangkap sang buron tadi. Tetapi, Habib Husein mencegah untuk melindungi buronan ini dan beliaulah sebagai jaminannya. Atas ketegasan dari Habib Husai saat itu, tentara VOC pun mengalah. Pembelaan dari Habib Husein, membuat sang buron ini akhirnya masuk Islam. Kemudian ia menjadi pembantu Habib dalam menyiarkan agama Islam di daerah itu. Beberapa tahun setelah Habib Husein tertangkap penjajah Belanda, beliau wafat.

Asal-usul Nama Masjid Luar Batang

Luar Batang adalah julukan dari Habib Husein Al ‘Aydrus. Sebutan ‘Batang’ artinya jasad manusia yang sudah meninggal, dan Luar Batang maksudnya diluar kurung batang / diluar keranda mayat yang terbuat dari bambu. Jadi cerita yang sudah melekat pada masyarakat turun-temurun adalah ketika Habib Husein Al ‘Aydrus meninggal, pihak keluarga dari Hadramaut Yaman meminta jenasah Habib Husein Al ‘Aydrus di makamkan di negeri beliau berasal. Namun pihak penjajah Belanda tidak mengijinkannya, dan pihak penjajah Belanda juga tidak mengijinkan orang dari luar daerah dimakamkan di daerah tempat tinggal Habib Husein Al ‘Aydrus. Sehingga harus dimakamkan di Tanah Abang.

Anehnya, ketika jenazah Habib Husein Al ‘Aydrus sudah sampai di Tanah Abang dan mau di kubur, kurung batang di buka tidak ada jenasahnya, dan jenasah kembali di rumah Habib Husein Al ‘Aydrus, dan itu berulang selama tiga kali. Sehingga masyarakat sepakat menguburkan jenasah dirumah Habib Husein Al ‘Aydrus yaitu yang berada di teras Masjid Luar Batang. Proses penguburan ini berjalan lancar tanpa sepengetahuan penjajah Belanda, ketika Belanda kesana, pemakaman sudah selesai dilakukan dan Belanda tidak bisa melakukan apa-apa. Pada akhirnya Luar Batang menjadi nama sebuah masjid yang awalnya bernama Masjid An Nur menjadi Masjid Luar Batang.

Arsitektur Masjid Luar Batang

sumber : https://jakarta.tribunnews.com/

Masjid Luar Batang sudah berusia sekitar 3 abad ini hampir tidak ada sisa-sia bangunan arsitektur lama. Karena pada tahun 1992 bangunan Masjid Luar Batang mengalami renovasi total. Kubah bawang yang dimiliki oleh masjid ini diganti dengan atap limas atau bentuk joglo yang merupakan gaya arsitektur tradisional Jawa. Kemudian di bangun dua menara tinggi yang berada di tengah perumahan padat penduduk. Soko guru atau tiang penyangga berjumlah 12 tiang yang terbuat dari kayu, semuanya di bongkar kemudian diganti dengan tiang dari beton dengan gaya arsitektur Romawi. Selanjutnya lantai yang sebelumnya dari kayu dan ubin diganti dengan lantai dari keramik dan batu granit.

Meskipun bangunan Masjid Luar Batang sudah tidak berbentuk seperti aslinya, tetapi masjid ini tetap terdaftar dalam salah satu bangunan bersejarah pemerintah DKI Jakarta, dan harus dilindungi dan dilestarikan karena faktor nilai kesejarahan keberadaan masjid tersebut. Seperti bangunan pusara Habib Husein yang berukuran 6 x 7 meter ada catatan bertanggal 24 Juni 1756, dan ini juga mengalami perombakan. Ada satu makam lagi yang berada di sebelah timur adalah makam seorang Cina yang masuk Islam yang bernama Nek Bok Seng yang menjadi pendamping setia Al Habib. Nisannya terbuat dari batu kali tanpa ukiran dan catatan tahunnya.

Masjid Luar Batang terdiri atas dua bangunan (lama dan baru) yang dikelilingi tembok dengan pintu gerbang terletak di sisi timur. Di bagian depan terdapat pelataran. Sebelah kanan pelataran ada tempat wudhu. Sisi kanan pelataran terdapat sebuah kentongan, sisi kiri terdapat ruangan pawestren. Sebelum masuk ruang utama terdapat serambi. Ruang utamanya berbentuk empat persegi yang didalamnya terdapat tiang, mihrab, dan mimbar.

Makam Keramat Ramai Peziarah

sumber : https://islamindonesia.id/

Masjid Luar Batang menjadi salah satu tujuan wisata religi bagi banyak peziarah dari luar kota / daerah, bahkan dari mancanegara dengan bertujuan untuk ziarah ke makam Habib Husein bin Alaydrus. Sehingga pengurus masjid dan makam Habib Husein terus melakukan pembenahan dengan memperbaiki fasilitas pendukung seperti area parkir yang representatif, dan air bersih untuk berwudlu agar para peziarah nyaman. Selain itu pengurus masjid mengadakan berbagai kegiatan yang bisa mempererat rasa persaudaraan (ukhuwah) sesama umat Islam.

Ketokohan Habib Husein pada masa itu memang luar biasa. Dalam bukunya yang terkenal tentang Hadramaut, LWC van den Berg pada 1886 menunjukkan betapa populernya Sang Habib Husein. Ia menulis, “Tidak hanya golongan pribumi, namun juga orang-orang Tionghoa campuran, dan kaum Indo, berziarah memohon keberhasilan dalam usaha mereka memperoleh keturunan, dan sebagainya. Penjualan benda-benda keramatnya saat itu mencapai 8.000 gulden setahun.”

Sehingga Masjid Luar Batang kini setiap malam Jumat kliwon ramai dikunjungi peziarah. Ada diantara mereka yang datang dari Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Irak, dan Iran. Untuk menyemarakkan suasana saat Ramadhan, pengelola masjid menggelar musik rebana biang atau rebana hadroh agar suasana masjid menjadi lebih rama. Hidangan khas Betawi bercita rasa Arab (Hadramaut, Yaman) disajikan kepada seluruh peziarah. Nasi kebuli, kurma, minuman selasih, pacar cina, dan es kelapa muda menjadi hidangan pembuka puasa.

Puncak keramaian makan besar di masjid ini berlangsung setiap memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, serta hari kelahiran Habib Husein tanggal 25 Agustus. Setiap memperingati maulid dan hari kelahiran habib, pengurus memasak nasi kebuli sampai 40 kuali untuk 5.000 peziarah. Selain makan besar, setiap Ramadhan, pengelola masjid bersama sejumlah pengelola masjid tua lain menyelenggarakan tradisi khatam Quran secara bergantian.

Bangunan Cagar Budaya

sumber : https://www.rmoljakarta.com/

Informasi pembangunan Masjid Luar Batang menurut Ronkel dari Belanda, masjid ini selesai dibangun pada tanggal 29 April 1739. Pendapat Ronkel yang mengungkapkan hal itu setelah menyaksikan catatan di atas pintu masuk ke masjid pada 1916. Karena usia masjid ini lebih dari satu abad, maka Pemerintah DKI Jakarta menyatakan Masjid Luar Batang sebagai “Benda Cagar Budaya”. Berdasarkan peraturan daerah (PERDA) Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 1999, yang berbunyi Kegiatan berupa memugar, memperbaiki, mengubah bentuk, mengubah warna, mengganti elemen bangunan yang merupakan bagian dari bangunan cagar budaya serta lingkungan pekarangannya harus dengan izin Gubernur Provinsi DKI Jakarta dengan rekomendasi dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta.

Pemugaran dan Peresmian Bangunan Masjid Luar Batang tak lepas dari pemerintah dan gubernur-gubernur yang menjabat saat itu, seperti terlihat di dua prasasti yang terdapat di ruang utama masjid yang digunakan untuk sholat. Yaitu prasasti peletakan batu pertama pemugaran pada 6 September 1991 tertanda Gubernur Wiyogo Atmodarminto dan prasasti kedua yang letaknya bersebelahan yaitu prasasti pemugaran tahap pertama tanggal 5 September 1997 tertanda Gubernur Surjadi Soedirja. Melihat keberadaan kedua prasasti tersebut sudah bisa diperkirakan keberadaan gubernur-gubernur DKI Jakarta setelah dan sesudahnya sampai saat ini ikut dalam partisipasi kegiatan Masjid Luar Batang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *