Masjid Jami’ Matraman Jakarta Pusat

Masjid Jami’ Matraman Jakarta Pusat

Masjid Jami’ Matraman Jakarta Pusat terletak di Jln. Matraman Masjid 1, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Kampung Mataram, Pegangsaan, dulunya merupakan kampung yang dihuni oleh pasukan kerajaan Mataram yang gagal dalam dua kali penyerangan untuk merebut Batavia / Jakarta dari VOC Belanda. Penyerangan tersebut terjadi pada tahun 1645 dan 1649. Kemudian sisa-sisa anggota pasukan Mataram yang enggan kembali ke tanah kelahirannya, menetap di wilyah tersebut dan dinamanakan kampung Mataraman. Namun seiring berjalannya waktu, kampung yang menjadi tempat tinggal pasukan Mataram tersebut kemudian di sebut dengan Matraman.

Konon, pembangunan masjid ini pun dilakukan oleh keturunan dari anggota pasukan tersebut. Sehingga Masjid Jami’ Matraman juga termasuk salah satu masjid tertua di Jakarta. Selain masjid Matraman,  Jakarta juga memiliki masjid-masjid tua lain yang dibangun sekitar 133 tahun setelah pembangunan masjid Matraman, yaitu : Masjid Al-Makmur Tanah Abang yang dibangun pada tahun 1704, kemudian Masjid Jami’ Al-Mansyur Kampung Sawah Lio Jembatan Lima yang dibangun pada tahun 1717.

masjid jami' matraman

Masjid ini juga memiliki sejarah yang lumayan panjang, karena pada saat itu Indonesia sedang dijajah oleh Belanda. Penamaan wilayah Matraman pun disinyalir kuat bahwa dulu tempat ini memang dijadikan tempat tinggal oleh pasukan Mataram yang gagal merebut Batavia. Menurut cerita masyarakat sekitar, masjid ini dulunya hanya sebuah gubuk kecil bekas dari kandang burung Batavia.

Kemudian, pada tahun 1837 lahirnya generasi muda baru keturunan asli Mataram yaitu H. Mursalun dan Bustanul Arifin (Keturunan Sunan Kalijaga). Kemudian mereka berdua mempelopori pembangunan ulang masjid tersebut sampai selesai. Akhirnya masjid ini diberi nama dengan “Masjid Jami’ Mataraman Dalem”, atau jika dalam bahasa indonesianya berarti Masjid yang dimiliki oleh para abdi dalem atau pengikut kerajaan mataram. Nama tersebut dipilih sebagai identitas bahwa masjid tersebut memang dibangun dan dimiliki oleh keturunan dan pengikut setia kerajaan Mataram.

Namun seiring berjalannya waktu, masjid ini dirubah namanya sesuai zaman sekarang, yaitu menjadi “Masjid Jami Matraman”.

Peresmian masjid pada kala itu dilakukan oleh Pangeran Jonet dari Kesultanan Yogyakarya yang masih merupakan keturunan langsung dari Pahlawan Pangeran Diponegoro. Sejak saat itu, masjid ini selalu ramai oleh para generasi pejuang indonesia dalam melakukan aktifitas keagamaan. Selain itu, masjid ini juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya pemuda untuk menyusun strategi melawan Belanda. Bahkan, Mantan Presiden Soekarno saat masa-masa perjuangan  juga menjadikan masjid Jami’ Matraman sebagai tempat perkumpulan untuk rapat penyusunan strategi melawan kolonialisme Belanda.

interior masjid jami' matraman

Seiring berjalannya waktu, bangunan tua Masjid Matraman juga mengalami kekeroposan di beberapa bagian dan mengharuskan renovasi terjadi. Kala itu renovasi yang pertama dilakukan oleh sekelompok warga sekitar Mataraman diketuai oleh Nyai Patiloy pada tahun 1930. Pada saat itu, Belanda tidak setuju jika masjid ini direnovasi, karena terletak di pinggir jalan. Akhirnya, belanda memerintahkan supaya pembangunan ulang masjid dilakukan lebih kedalam, dan jika dituruti Belanda berjanji akan membantu dana sebesar 10.000 Gulden.

Namun, masyarakat sekitar Mataraman tidak setuju dengan perintah tersebut dan tetap melanjutkan proses renovasinya pada lokasi bangunan aslinya.

Sedangkan untuk arsitektur bangunannya, Masjid Jami’ Matraman mengadopsi gaya Mekah dan India. Apalagi perancangnya adalah H. Mursalun yang sudah pernah ke tanah suci. Dengan kekagumannya terhadap bangunan Masjidil Haram dan Taj Mahal india, H. Mursalun kemudian mengambil beberapa arsitektur dari kedua masjid mengagumkan tersebut, dan menerapkannya di dalam rancangan Masjid Jami’ Matraman.

Beberapa ciri kuat dari Arsitektur Masjidil Haram dan Masjid Taj mahal adalah pada bentuk beranda masjid yang menggunakan pilar-pilar tipis melengkung. Kemudian kubah yang besar dengan bangunan menara disampingnya, dapat mencerminkan adopsi masjid ini terhadap Masjidil Haram dan Masjid Taj Mahal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *