5 Perjalanan Sejarah Masjid Agung Al Azhar Jakarta

5 Perjalanan Sejarah Masjid Agung Al Azhar Jakarta

Masjid Agung Al Azhar Jakarta yang beralamat di Jalan Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan, sejak tanggal 19 Agustus 1993 telah menjadi salah satu Bangunan Cagar Budaya yang dikukuhkan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor. 474 Tahun 1993. Masjid seluas 7.656 meter persegi yang di bangun di atas tanah seluas 43.775 meter persegi ini mampu menampung sekitar 3.000 orang jamaah.

Pentingnya Masjid Agung di Jakarta

Masjid Agung Al Azhar Jakarta

sumber : https://jejakpiknik.com/

Jakarta dengan penduduk mayoritasnya beragama Islam, sangat penting sekali adanya sebuah Masjid Agung. Apalagi di Jakarta tepatnya di kawasan Kebayoran Baru sudah ada bangunan Gereja yang besar. Sehingga masyarakat dan para tokoh Islam khususnya menginginkan juga di kawasan tersebut di bangun sebuah Masjid Agung yang mampu menampung jamaah yang banyak. Akhirnya, melalui Menteri Sosial waktu itu di jabat oleh Dr. Sjamsudin memberikan saran supaya di bentuk sebuah yayasan sebelum mendirikan masjid. Saran dari Dr. Sjamsudin ini kemudian direspon oleh 14 tokoh Islam dengan bermusyawarah di kantor Masyumi Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat.

Dalam musyawarah ke 14 tokoh Islam tersebut bersepakat untuk mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Pesantren Islam (YPI). Pertemuan tersebut akhirnya tercatat dalam Akte Notaris No.25 Senin, tanggal 7 April 1952. Kemudian tanggal 7 April 1952 menjadi hari lahir Yayasan Pesantren Islam Al Azhar. Komitmen pemerintah setelah berdirinya Yayasan Pesantren Islam adalah memberikan sebidang tanah untuk didirikan sebuah Masjid Agung. Atas saran Walikota Jakarta Raya Sjamsuridjal maka tanah yang strategis untuk di bangun Masjid Agung ada di Jalan Sisingamangaraja Kebayoran Baru. Di lokasi inilah awal berdirinya Masjid Al Azhar Jakarta.

Proses Pembangunan

sumber : https://simas.kemenag.go.id/

Pengurus yayasan mendapatkan saran lagi dari Walikota Jakarta Raya Sjamsuridjal tentang bentuk bangunan Masjid Agung Al Azhar Jakarta nantinya. Masjid yang akan di bangun nantinya harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai diantaranya masjid harus luas, bertingkat, halaman harus luas supaya tempat parkir memadai. Kemudian ada ruang-ruang sebagai pusat administrasi sepeti kantor, perpustakaan, poliklinik, dan lain-lainnya. Saran tersebut oleh pengurus yayasan Masjid Agung Al Azhar Jakarta disampaikan kepada tim arsitek Masjid Agung Al Azhar Jakarta yang di pimpin oleh Prof. Ir. Oerip Iman Sardjono untuk mendesain bentuk masjid seperti saran Walikota Jakarta Raya tersebut.

Arsitektur

sumber : https://www.merdeka.com/

Masjid Agung Al Azhar Jakarta memiliki desain ruang utama masjid dikelilingi lantai dengan ruang terbuka sehingga dapat difungsikan untuk berbagai keperluan. Lantai ruang terbuka ini sebagai atap ruang kantor yang berada di bawahnya. Lantai ruang utama lebih tinggi posisinya daripada lantai ruang terbuka yang mengelilingi ruang utama. Di antara kedua lantai tersebut ada jendela-jendela sebagai ventilasi udara dan cahaya agar didalam ruangan utama lebih terang dan sirkulasi udara sejuk. Masjid Agung Al Azhar Jakarta memiliki satu kubah besar seperti bawang putih sehingga tampak masjid ini bergaya arsitektur Timur Tengah.

Selain memiliki kubah, masjid ini juga memiliki satu menara dengan kubah kecil di atapnya. Kubah besar pada masjid ini adalah kubah pertama dari bahan beton bertulang yang dibuat pertama kali di Indonesia yang dirancang oleh Prof. Dr. Ir. Rooseno. Sedangkan perencana kontruksi betonnya adalah Ir. M. Achmad Zacharias, dan sebagai koordinator perencana sekaligus pengawas proses pembangunan Masjid Agung Al Azhar Jakarta adala Ir. Oerip Djojosantoso.

Pengurus Masjid

sumber : https://megapolitan.okezone.com/

Pada periode I tahun 1958 – 1963, sebagai Ketua adalah H. Hasan Nasir, sedangkan Wakil Ketua adalah Gusti Abdul Muis. Kemudian Dudung duduk sebagai sekretaris, dan Bendahara ditempati oleh Ny. Anwar Tjokroaminoto, serta ada beberapa orang sebagai anggota. Selanjutnya Jamah dan masyarakat memiliki peran dengan memberikan saran kepada pengurus masjid untuk menunjuk sebagai imam masjid. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka adalah orang pertama yang mengajak dan sekaligus mengimami sholat berjamaah di Masjid Agung Al Azhar Jakarta meskipun bangunan masjid belum selesai seratus persen. Buya Hamka juga sebagai pioner yang melakukan kegiatan di masjid ini dengan mengisi kajian subuh dan kajian-kajian keislaman lainnya.

Buya Hamka yang memiliki keilmuan yang luas, penyampaian dengan bahasa yang baik dan mudah diterima jamaah,dan interaksi kepada setiap orang juga baik, maka para jamaah dan masyarakat menyarankan menunjuk Buya Hamka menjadi imam besar masjid ini, selain itu rumah Buya Hamka tepat di sebelah utara masjid yang memudahkan beliau untuk menuju masjid.

Penamaan Masjid

sumber : https://jakarta.tribunnews.com/

Setelah masjid selesai di bangun, selanjutnya adalah memberikan nama masjid. Nama masjid akhirnya dinisbatkan pada nama kawasan masjid ini di bangun, yaitu di kawasan Kebayoran. Sehingga nama masjid ini adalah Masjid Agung Kebayoran. Namun nama Masjid Agung Kebayoran tidak lama di sandang. Setelah adanya kunjungan Syaikh Mahhmoud Saltout dari Al Azhar Kairo Mesir di Masjid Agung Kebayoran, maka masjid ini berubah namanya setelah diberikan nama oleh Syaikh Mahhmoud Saltout dengan nama Al Azhar. Sehingga masjid ini namanya menjadi Masjid Agung Al Azhar hingga sekarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *