Masjid Wapauwe

Masjid Wapauwe

Masjid Wapauwe adalah masjid bersejarah di desa Kaitetu, sebuah desa di Pegunungan Wawane di bagian utara tanjung Keitetu, Maluku Utara, Indonesia. Didirikan pada 1414, Masjid Tua Wapauwe adalah masjid tertua di Maluku dan mungkin masjid tertua di Indonesia yang telah dipertahankan dalam keadaan aslinya.

sumber : https://en.wikipedia.org

Masjid Wapauwe terletak di desa bersejarah Kaitetu di mana sisa-sisa bangunan Portugis terletak seperti gereja Portugis dan pos perdagangan Portugis yang kemudian dibangun kembali oleh Belanda sebagai benteng. Masjid kayu berukuran rendah dikelola oleh komunitas Kristen dan Muslim di desa tersebut. Masjid abad ke-15 telah dipertahankan dengan mempertahankan bentuk kayu aslinya, tidak menggunakan paku tetapi diikat dengan tali serat ijuk.

Masjid Wapauwe pertama didirikan di Kampung Wawane, sekitar 6 kilometer dari tempatnya sekarang, pada 1414. Pendirinya, Maulana Kiai Pati, adalah pendukung Islam dari pantai Nukuhaly, Pulau Seram. Masjid asli ini dibangun dari dinding daun sagu dan atap daun palem. Kiai Pati mengkonversi lima desa di Pegunungan Wawane, yaitu desa Essen, Wawane, Atetu, Nukuhaly, dan Tehala. Pada 1464, kelompok Muslim lain dipimpin oleh Kyai Jamilu dari Kesultanan Jailolo, sebelah barat Halmahera di Maluku Utara. Jamilu melanjutkan pemeliharaan Masjid Wawane selama dakwahnya di desa, serta membangun kembali bangunan itu menjadi masjid yang lebih besar.

sumber : https://www.republika.co.id

Belanda tiba pada awal abad ke-17 dan menguasai Wawane. Untuk menghindari ketegangan dengan Belanda, pada 1614 Imam Rijali, seorang keturunan Jamilu, memimpin eksodus penduduk desa ke desa Tehala, sekitar 6 km sebelah timur Wawane. Selama eksodus, Masjid Wawane dibongkar dan diangkut ke tempat baru. Masjid ini dibangun kembali di dataran di mana banyak pohon mangga liar tumbuh. Masjid kemudian menerima nama yang sekarang Masjid Wapauwe, setelah mangga (wapa berarti “mangga liar”, dan uwe berarti “pohon” dalam bahasa Kaitetu lokal). Saat ini, beberapa penduduk setempat percaya bahwa masjid itu bergerak dengan sendirinya ke Wapauwe

Renovasi besar pertama masjid pada tahun 1664 ketika diangkut dua kali dan dibangun kembali tanpa perubahan pada penampilan aslinya. Pada awal abad ke-18, sebuah menara di atas masjid dipasang. Puncak tersebut melambangkan huruf Arab alif, sebuah huruf yang melambangkan Allah. Renovasi besar kedua adalah pada tahun 1895 ketika sebuah teras ditambahkan ke depan dan di sebelah timur masjid asli. Renovasi pada tahun 1895 juga memasang tulangan beton kapur di sisi bawah dinding kayu, dan mengganti lantai batu kerikil asli dengan semen. Pemulihan tahun 1895 diprakarsai oleh tokoh lokal Hamid Iha.

sumber : https://www.republika.co.id

Beberapa renovasi kecil dilakukan selama periode pasca-kolonial tanpa mengubah penampilannya. Pada tahun 1977, Distrik Militer Angkatan Bersenjata di daerah itu, Komando Daerah Militer XVI / Pattimura, memasang pagar di sepanjang pinggiran. Pada tahun 1982, masjid ini ditetapkan sebagai Properti Budaya. Sebuah plakat resmi dipasang dan dilantik oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bachtiar Rifai. Pada 1990-an, atap ilalang diganti dengan bahan serupa. Pemugaran ini melibatkan dua dusun (“kota”) dari desa Kaitetu, Dusun Hila Kristen (mayoritas Kristen) dan Dusun Kalauli. Pemulihan dipimpin oleh Kepala Adat Ir. H. Abdullah Lumaela. Pada tahun 1993, kegiatan amal Batalyon Lintas Udara ke-733 melakukan pembangunan fasilitas tambahan, seperti teras, sumur pompa, dan kolam taman. Sejak 1995, masjid ini dilengkapi dengan pengeras suara dari bank pemerintah. Pemugaran terakhir masjid adalah pada bulan Maret 2008 ketika atap ilalang diganti lagi

Masjid itu menyimpan salah satu mushaf Alquran tertua di Indonesia; yang tertua adalah mushaf yang ditulis oleh Imam Muhammad Arikulapessy – imam pertama masjid – yang selesai pada tahun 1550 tanpa hiasan miniatur. Yang lainnya adalah mushaf yang ditulis oleh Nur Cahya, selesai pada 1590. Nur Cahya adalah cucu dari Arikulapessy dan seorang mahasiswa pendiri masjid Kiai Pati. Ada juga manuskrip bersejarah lainnya yang disimpan di dalam masjid seperti kalender Muslim dari Gregorian tahun 1407 dan sebuah manuskrip untuk Sholat Jum’at pada tahun 1661. Semua harta ini sekarang disimpan di rumah warisan Abdurrachim Hatauwe, keturunan kedua belas dari Arikulapessy.

Benda lain yang tersimpan di masjid adalah dua lampu minyak yang terbuat dari kayu dan kuningan, sisik kayu, beduk yang diukir dari kayu linggua.

sumber : https://www.malukupost.com

Arsitektur

Konstruksi kayu asli masjid dipertahankan, tanpa paku atau pasak. Masjid utama memiliki lebar sekitar 10 x 10 meter dengan teras tambahan sekitar 40 meter persegi. Gaya arsitektur mengikuti arsitektur masjid tradisional khas di Indonesia dengan atap bertingkat, didukung dengan pilar saka guru, dan tidak ada menara.

Atap multi-tier didukung dengan empat kolom utama yang dikenal sebagai saka guru. Atap atasnya dengan ujung kayu yang dipasang tegak lurus ke atas. Pilar-pilar utama ini terbuat dari kayu kanjoli atau bintanggur (Calophyllum soulattri) yang tumbuh berlimpah di wilayah pesisir Tanah Hitu. Dindingnya ditutupi gaba-gaba (daun sagu kering) serta atap jerami.

Pintu utama kayu dihiasi dengan ornamen kayu berbentuk ujung tombak yang bertuliskan tulisan kaligrafi Allah dan Muhammad di keempat sudutnya, dan piring kuningan berbentuk kura-kura terukir dengan doa Salawat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *